KOTA Medan
berawal dari sebuah kampung bernama Kampung Medan Putri yang didirikan Guru
Patimpus sekitar tahun 1590-an. Guru Patimpus adalah seorang putra Karo
bermarga Sembiring Pelawi dan beristrikan seorang putri Datuk Pulo Brayan.
Dalam bahasa Karo, kata
"Guru" berarti "Tabib" ataupun "Orang Pintar",
kemudian kata "Pa" merupakan sebutan untuk seorang Bapak berdasarkan
sifat atau keadaan seseorang, sedangkan kata "Timpus" berarti
bundelan, bungkus atau balut.
Dengan
demikian, maka nama Guru Patimpus bermakna sebagai seorang Tabib yang memiliki
kebiasaan membungkus sesuatu dalam kain yang diselempangkan di badan untuk
membawa barang bawaannya. Hal ini dapat diperhatikan pada Monumen Guru Patimpus
yang didirikan di sekitar Balai Kota Medan.
Disebabkan
letaknya yang berada di Tanah Deli, Kampung Medan juga sering dikenal sebagai
Medan Deli. Lokasi asli Kampung Medan adalah sebuah tempat di mana Sungai Deli
bertemu dengan Sungai Babura. Terdapat berbagai kerancuan dari berbagai
sumber literatur mengenai asal-usul kata "Medan" itu sendiri.
Dari
catatan penulis-penulis Portugis yang berasal dari awal abad ke-16, disebutkan
Kota Medan berasal dari nama "Medina", sedangkan sumber lainnya
menyatakan Medan berasal dari bahasa India "Meiden". Yang lebih kacau lagi ada
sebagian masyarakat menyatakan Medan merupakan tempat atau area bertemunya
berbagai suku sehingga disebut sebagai medan pertemuan.
Adapula yang mengatakan
ketika para saudagar Arab yang kebetulan melihat tanah Medan sekarang,
mengatakan Median yang berarti datar atau rata dan memang pada kenyataannya
Medan memiliki kontur tanah yang rata mulai dari pantai Belawan hingga daerah Pancur
Batu.
Dalam
salah satu Kamus Karo-Indonesia yang ditulis Darwin Prinst SH: 2002, Kata
"Medan" berarti "menjadi sehat" ataupun "lebih
baik". Hal ini memang berdasarkan pada kenyataan Guru Patimpus benar
adanya adalah seorang tabib yang dalam hal ini memiliki keahlian dalam
pengobatan tradisional Karo pada masanya.
Medan
pertama kali ditempati suku Karo. Hanya setelah penguasa Aceh, Sultan Iskandar
Muda, mengirimkan panglimanya, Gocah Pahlawan Bergelar Laksamana Khoja Bintan
untuk menjadi wakil Kerajaan Aceh di Tanah Deli, barulah Kerajaan Deli mulai
berkembang.
Perkembangan
ini ikut mendorong pertumbuhan dari segi penduduk maupun kebudayaan Medan. Di
masa pemerintahan Sultan Deli kedua, Tuanku Panglima Parunggit (1669-1698),
terjadi perang kavaleri dan sejak itu Medan menjadi pembayar upeti kepada
Sultan Deli.
Era "90-an dan 2000
Pada
4-7 Mei 1998, Medan dilanda kerusuhan besar yang menjadi titik awal
kerusuhan-kerusuhan besar yang kemudian terjadi di sepanjang Indonesia,
termasuk "Peristiwa Mei 1998" di Jakarta. Dalam kerusuhan yang terkait gerakan
"Reformasi" ini, terjadi pembakaran, perusakan maupun penjarahan yang
tidak dapat dihentikan.
Saat
ini, kota Medan telah kembali tersenyum. Pembangunan sarana dan prasarana umum gencar
dilakukan. Meski jumlah jalan-jalan yang rusak dan berlubang masih ada. Kendala klasik yang
dihadapi kota modern seperti Medan adalah kemacetan dan membludaknya timbunan
sampah. Ya, kini Medan menyerupai ibukota yang juga mengalami kondisi serupa. (berbagai
sumber)
Teks foto: Gedung Walikota di malam hari.
Credit foto: Waspada/Handaya Wira Yuga
sumber : http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&catid=38:kreasi&id=24725:perjalanan-dan-sejarah-kota-medan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar